Pelestarian Keanekaragaman Hayati dan Hutan-hutan di Timor Lorosa’e

Adalfredo do Rosario Ferreira, ETTA Badan Kehutanan, East Timor Forestry Group

 

 

Latar Belakang

 

Menurut konferensi PBB mengenai Lingkungan Hidup dan Pembangunan, yang diadakan di Rio de Janeiro, bulan Juni, 1992, terdapat dua masalah lingkungan hidup yang utama: pemanasan dunia, atau perubahan cuaca, dan keanekaragaman hayati. Di Timor Lorosa’e, pembangunan kembali membutuhkan pemakaian sumber-sumber alam, tetapi pemakaian secara tidak berkelanjutan dan eksploitasi berarti hilangnya yang tidak dapat diperoleh kembali keanekaragaman hayati genetik, jenis-jenis binatang dan tumbuhan, dan sistem ekologi. Untuk memperhentikan keadaan demikian, penggunaan sumber-sumber alam harus bersifat berkelanjutan secara ekologi, ekonomi, dan sosial.

 

Selama pendudukan dan administrasi Indonesia, pemerintah mendirikan kebijaksanaan pelestarian lingkungan hidup untuk Indonesia, yang termasuk Timor Lorosa’e, tetapi kebijaksanaan tersebut tidak pernah terlaksana. Sekarang di Timor Lorosa’e, pemakaian sumber-sumber alam adalah sangat penting untuk kehidupan manusia.

 

Masalah-masalah:

1.      Selama pendudukan Indonesia dan Portugal, tidak ada sistem atau lembaga yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan keanekaragaman hayati.

  1. Pada masa lalu terjadi eksploitasi sumber-sumber alam yang tidak terhingga.
  2. Belum ada penilaian, penentuan atau klasifikasi sumber-sumber alam di Timor Lorosa’e.
  3. Pemberian dana dan sumber-sumber lain dibutuhkan untuk mempermudah penilaian dll.
  4. Masyarakat mengandalkan pemakaian sumber-sumber alam dan harus terlibat, dikonsultasi, dan dididik tentang pemakain sumber-sumber alam secara berkelanjutan.

 

Tindakan:

1.      Menjalankan inventarisasi sumber-sumber alam termasuk penilaian, penentuan, dan klasifikasi.

  1. Pengaturan, dan penegakan hukum.
  2. Pemerintah harus mengembangkan kebijaksanaan terhadap pelestarian lingkungan hidup, pembangunan, dan pemakaian sumber-sumber alam secara berkelanjutan.
  3. Keterlibatan masyarakat, partisipasi, dan pendidikan- pendekatan dari bawah ke atas.
  4. Memelihara hubungan dengan lembaga-lembaga internasional dan lokal (LSM-LSM, pemerintah-pemerintah, lembaga-lembaga swadaya masyarakat, masyarakat madani, dll).